Friday, 11 April 2014

AYAT AL-QUR’AN TENTANG MANFAAT MEMPERINGATI MAULID NABI


ADAKAH AYAT AL-QUR’AN TENTANG MANFAAT
MEMPERINGATI MAULID NABI ?
Oleh : Fendi Saputra
Pendahuluan
Telah menjadi tradisi setiap bulan Rabi’ul Awwal sebagian besar kaum muslimin terutama di Indonesia memperingati Maulid Nabi saw, dari lingkup terkecil di desa-desa atau kampung hingga lingkup nasional, bahkan secara resmi hari Maulid Nabi ini menjadi salah satu hari libur nasional. Sudah tentu saya dan Anda tidak menafikan adanya sebagian komunitas kontra dengan tradisi semacam ini, sebagaimana yang sudah saya paparkan dalam tulisan saya yang berjudul “MENGAMBIL HIKMAH MAULID NABI SAW SEBAGAI WUJUD MENSYKURI NIKMAT ALLAH SWT” yang lalu. Masalah pro kontra seperti ini biasa dalam memandang dan menilai sesuatu dalam ranah yang oleh ulama sering disebut furu’iyyah.
Bagi yang kontra terhadap tradisi Maulid Nabi boleh saja dengan segala dalil atau argumen sesuai dengan kitab yang diajarkan ulama yang diikutinya. Tetapi jika merasa pendapat merekalah satu-satunya yang mutlak benar setara dengan kemutlakan kebenaran al-Qur’an dan as-Sunnah itu sendiri, sedangkan semua pendapat ulama yang berbeda dengan mereka salah, sesat, neraka, tentu hati-hati dan jangan gegabah. Yang benar saja, apakah orang berkumpul di suatu majelis, bersilaturrahim, bertausiyah, mengkaji kembali biografi Rasulullah saw selaku pembawa risalah, uswah hasanah, dan rahmatan lil ‘alamin, dengan berbagai hambatan, tantangan, dan gangguan yang tidak ringan dalam perjuangan beliau dan para sahabatnya, akan masuk neraka ? Apakah memang benar ada teks (nas) yang sharih (eksplisit) dan qath’i (pasti), baik dari al-Qur’an maupun as-Sunnah, yang tidak ada peluang pemahaman (ijtihad) selain yang eksplisit dalam teks itu sendiri, bahwa siapa yang mengadakan peringatan Maulid Nabi adalah melakukan sesuatu yang haram dan masuk neraka ?
Sudah banyak ulama menjelaskan tentang Maulid Nabi
Sudah banyak ulama yang menjelaskan tentang Maulid Nabi dengan segala dalil atau argumennya, baik dalam bentuk buku yang dipublikasikan maupun dalam bentuk blog/situs di media internet, seperti yang dilakukan oleh KH. Muhammad Idrus Ramli. Meskipun demikian mereka tetap tawadhu’ dan tidak seorang pun yang gegabah menyatakan bahwa mengadakan peringatan Maulid Nabi adalah wajib dan siapa yang kontra atau tidak mau melakukannya masuk neraka. Mereka memahami benar bahwa masalah ini hanya berkisar antara sesuatu yang mubah/jaiz dan sunnah/mustahab sejalan dengan kondisi masyarakat yang bersangkutan.
Bagi komunitas tertentu yang memang sehari-hari sudah bergumul dengan aktivitas pengkajian, diskusi, kepesantrenan, halaqah-halaqah tertentu, dan sejenisnya, tentang ke-Islaman umumnya dan biografi Rasulullah saw khususnya, mungkin tidak memerlukan lagi kegiatan semacam peringatan Maulid Nabi ini. Tetapi bagi komunitas awam yang tentunya mayoritas, lebih-lebih di zaman sekarang ini yang berbagai media terutama televisi dan internet penuh dengan suguhan-suguhan yang destruktif tehadap moral (akhlak) masyarakat, apakah salah (sesat) mengadakan peringatan Maulid Nabi sebagai salah satu solusi media dakwah ? Kecuali jika dalam kegiatan itu ada unsur-unsur yang jelas diharamkan menurut syariat.
Dalam konteks di tengah-tengah masyarakat dan bangsa –yang menurut ahlinya- sedang dilanda krisis multi dimensional termasuk krisis moral, karakter, atau akhlak ini, maka peringatan Maulid Nabi sangat penting dan diharapkan dapat bermanfaat (konstruktif) sebagai salah satu media dakwah. Maka jika ada yang menanyakan tentang dalil boleh bahkan dianjurkannya mengadakan peringatan ini, jawabnya tentu tidak ada, baik dari al-Qur’an maupun as-Sunnah jika yang diminta adalah dalil yang sharih (eksplisit) dan qath’i (pasti) yang mutlak kebenarannya, sebagaimana tidak akan ditemukan juga dalil seperti itu bagi yang mengharamkannya, juga dalam tradisi prosesi pencucian ka’bah misalnya. Tetapi jika yang diminta dalil-dalil yang bersifat ‘am (umum) tentu banyak sebagai yang sudah banyak dijelaskan oleh para ulama yang klasik ataupun yang kontemporar.
Ayat al-Qur’an tentang umumnya mensyukuri nikmat
 “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih’” (QS. Ibrahim, 14 : 7)
Apa relevansi ayat itu dengan peringatan Maulid Nabi ? Peringatan Maulid Nabi diadakan salah satunya dalam rangka mensyukuri nikmat Allah, bahkan nikmat yang agung dengan kelahiran Muhammad bin Abdullah yang kemudian sebagai pembawa risalah yang universal. Apakah kelahiran Nabi saw demikian itu bukan nikmat yang agung ? Sedangkan Allah sendiri menegaskan :
 “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (QS. Al-Anbiya’, 21 : 107).
Dalam hadits juga ditegaskan :
يا أيها الناس إنما أنا رحمة مهداة (مستدرك الحاكم 1/ 44)
“Hai manusia ! Sesungguhnya aku hanyalah rahmat yang dihadiahkan” (Mustadrak Al-Hakim, 1 : 44)
Di samping untuk mewujudkan rasa syukur, peringatan Maulid Nabi juga untuk mengungkapkan rasa kegembiraan atas kelahiran beliau saw sebagai rahmat Allah itu. Bolehkah bergembira karena dikaruniai rahmat oleh Allah? Ayat berikut menjawabnya

“Katakanlah: ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan’ “ (QS. Yunus, 10 : 58).
Ayat al-Qur’an tentang pembelajaran dan peringatan dengan mengkaji ulang biografi Nabi
Dalam peringatan Maulid Nabi intinya sebagai media untuk pembelajaran dan peringatan kepada masyarakat dengan mengkaji ulang kisah (biografi) salah seorang Rasul, yaitu Nabi Muhammad saw. Bukankah ayat berikut menegaskan:
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman” (QS. Hud, : 20).
Ayat al-Qur’an tentang hari kelahiran (maulid)
Dalam peringatan Maulid Nabi saw biasanya ada doa ataupun shalawat. Bolehkah berdoa dan bershalawat berkaitan dengan hari kelahiran (maulid) ini ? Dalam ayat berikut tidak hanya berkaitan dengan hari kelahiran (maulid), bahkan berkaitan juga dengan hari kematian :
“Kesejahteraan atas dirinya pada hari ia dilahirkan, dan pada hari ia meninggal dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali” (QS Maryam, 19 : 15)
وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا (مريم: 33)
“Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali” (QS Maryam, 19 : 33)
Ayat itu untuk Nabi Yahya as, bukan untuk Nabi Muhammad ? Benar, makna eksplisitnya seperti itu. Tetapi ayat itu mengandung pelajaran tentang kenapa di hari-hari yang disebutkan dalam ayat itu perlu doa, keselamatan atau kesejahteraan ? Sayid Thanthawi menjelaskan dalam tafsirnya Al-Wasith :
“Kesejahteraan atas dirinya pada hari ia dilahirkan”maksudnya : dan ucapan selamat dan keamanan baginya pada hari ibunya melahirkannya “dan pada hari ia meninggal”yaitu ia berpisah dengan alam dunia ini, “dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali”untuk perhitungan di hari kiamat. Allah swt mengkhususkan dengan menyebutkan tiga waktu ini karena lebih memerlukan pemeliharaan daripada waktu-waktu yang lain.
Sufyan bin Uyainah berkata, “Seseorang lebih memerlukan keselamatan pada tiga waktu : pada hari ia dilahirkan karena ia mengetahui dirinya lahir dari kandungan, pada hari ia meninggal karena ia tidak melihat lagi orang lain, dan pada hari dibangkitkan kembali agar ia mengetahui berada di padang mahsyar yang luas. (Al-Wasith, Sayid Thanthawi, hlm. 2768)
Jelas, meskipun secara eksplisit ayat di atas untuk Nabi Yahya as, tetapi pelajarannya berlaku untuk seluruh manusia. Dengan demikian, jika dalam memperingati hari kelahiran yang di dalamnya terdapat doa, ucapan selamat atau semoga mendapat kesejahteraan untuk manusia umunya dibolehkan, lebih-lebih untuk hari kelahiran (maulid) Nabi Muhammad saw yang dikenal dengan shalawat itu. Dalam konteks ini pula boleh saja jika ada sebagian komunitas memperingati atau merayakan haul (hari wafat) seorang ulama (syaikh) yang sangat dihormati oleh pengikutnya.
Lebih jelas lagi yang langsung terkait dengan hari kelahiran (maulid) nabi Muhammad saw dijelaskan dalam hadits berikut :
 “Dan Nabi saw ditanya tentang puasa hari Senin. Jawab beliau, ‘Hari Senin itu hari aku dilahirkan dan aku diutus’ “ (Shahih Muslim, 2 : 819).
Apakah puasa sunnah hari Senin sama sekali tidak terkait dengan hari kelahiran Nabi saw ? Dengan kata lain, apakah puasa sunnah hari Senin bukan dijadikan salah satu bentuk penghormatan atau peringatan atas hari maulid Nabi saw ?
Kesimpulan :
  1. Berbeda pendapat (ikhtilaf) dalam ranah yang sifatnya furu’iyyah (cabang) yang dalilnya zhanniyyah (dugaan kuat) atau yang disitilahkan dengan ijtihadiah sah-sah saja dalam syariat, termasuk dalam masalah maulid Nabi.
  2. Peringatan Maulid Nabi dalam arti menjadikannya sebagai salah satu media dakwah yang di dalamnya dilakukan tausiyah, mau’idhah (pembelajaran), kajian ulang biografi Nabi saw, dan amar ma’ruf  dan nahi munkar pada umumnya, serta adanya doa dan shalawat, bukanlah suatu perbuatan yang sama sekali tanpa dalil ayat-ayat al-Qur’an.
  3. Dalam konteks pesatnya kemajuan teknologi informasi sekarang ini yang penuh dengan suguhan-suguhan yang tidak mendidik, bahkan dapat merusak moral, karakter, atau akhlak manusia, maka peringatan Maulid Nabi saw dinilai penting sebagai salah satu solusi dakwah yang bermanfaat bagi masyarakat.

































وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ (إبراهيم: 7)

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (الأنبياء: 107)
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ (يونس: 58)

وَسَلَامٌ عَلَيْهِ يَوْمَ وُلِدَ وَيَوْمَ يَمُوتُ وَيَوْمَ يُبْعَثُ حَيًّا (مريم: 15)

وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا (مريم: 33)

وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ (هود:  120)

وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ؟ قَالَ: ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ، وَيَوْمٌ بُعِثْتُ (صحيح مسلم 2/ 819)

{ وَسَلاَمٌ عَلَيْهِ يَوْمَ وُلِدَ } أى : وتحية وأمان له منا يوم ولادته { وَيَوْمَ يَمُوتُ } ويفارق هذه الدنيا { وَيَوْمَ يُبْعَثُ حَياً } للحساب يوم القيامة . وخص – سبحانه – هذه الأوقات الثلاثة بالذكر ، لأنها أحوج إلى الرعاية من غيرها  .
قال سفيان بن عيينة : أحوج ما يكون المرء فى ثلاثة مواطن : يوم يولد فيرى نفسه خارجاً مما كان فيه . ويوم يموت فيرى قوماً لم يكن عاينهم . ويوم يبعث فيرى نفسه فى محشر عظيم (الوسيط لسيد طنطاوي ص: 2768، بترقيم الشاملة آليا) .

No comments:

Blog Archive